Senin, 20 Januari 2014

Senandung Cinta dalam Hujan

Sore ini, sempurna awan hitam mengungkung langit. Menyembunyikan senja yg terbalut warna merah di balik hari. Tak ada lagi keramaian. Hanya senyap dan gemuruh angin saling bersahut-sahutan.

"Ah, sepertinya, hujan lebat akan turun malam ini. Tidak. Tidak malam. Mungkin saja sebentar lagi," desah seorang gadis di balik jendela, Rima namanya.

Lama benar, ia menikmati pemandangan di luar sana. Meskipun hanya gelap yg kini mulai bertandang di langit sore ini. Tapi ia tak bergeming. Sama seperti tak bergemingnya ia ketika peristiwa menyedihkan itu terjadi beberapa hari yg lalu. Ia hanya terpaku, membisu.

************************************************************
"Tidak bisa, Ma. Aku sibuk. Banyak tugas kuliah yg menumpuk. Bukankah teman-teman yg lain ikut serta?" ujar gadis tersebut pada temannya.

"Tapi mereka menunggu kedatanganmu. Kau lah yg paling mereka cari. Bukan yg lain. Tidakkah kau sedikit saja meluangkan waktumu?"

Gadis itu acuh, tak menghiraukan. Ia kukuh pada pendapatnya. Ada banyak hal yg harus ia urus. Urusan ini pastilah banyak yg berpartisipasi. Jadi cukuplah untuk mewakili ketidakhadirannya.

"Baiklah. Terserah mu saja," jawab sang teman sembari menghela napas.
**************************************************************
"Kak Rima. Kak Rima. Ada tamu. Cepetan Ka," panggil adiknya yg muncul di balik pintu kamar

Rima yg tengah mengerjakan paper, menoleh pada adiknya. Ia termangu. "Hujan deras begini, ada yang mencariku?" bisiknya dalam hati. "Ayolah, Ka. Kasihan tamu kakak basah kuyup. Ia tak mau disuruh masuk. Katanya ada hal darurat yang harus kakak tahu," kata sang adik sambil menarik tangan Rima yg masih terdiam.

Rima yg sontak menyadari ada yg ganjil, lantas mengikuti langkah sang adik menuju teras rumah. Dan di sanalah, ia menemukan Aira dengan wajah sendu.

"Kau kenapa? Ada apa? Ayo, masuklah dulu ke dalam. Kau basah kuyup".

"Tidak, Rima. Aku tidak bisa. Waktunya terbatas. Kau harus tahu hal ini".

"Maksudmu?"

Dengan patah-patah, Aira menjelaskan suatu kejadian yg membuatnya tercengang. Tidak. Tidak. Tidak. Gemerutuk giginya menahan emosi yg hendak keluar.

"Rumah buku itu musnah hancur ditelan api. Tak tahu darimana asal muasal api itu datang. Seketika lenyap tak berbekas. Anak-anak selamat kecuali......kecuali....," kalimatnya terhenti, membuat penasaran Rima yg mulai tak sabaran.

"Kecuali Rangga dan Sinta. Kami tak dapat menemukan mereka di manapun. Mereka sempurna menghilang setelah tahu kabar kau tak hadir. Mereka marah dan bersembunyi entah di mana. Kami tak tahu keadaan mereka, Ma. Kau harus ikut aku. Karena kau yg paling dekat dengan mereka".

Tanpa ba bi bu, Rima melangkah masuk ke rumah. Lantas mengambil keperluan yg cukup ia bawa. Bersama-sama dengan Aira, ia pergi ke rumah buku tersebut. Rima mendesah semakin kuat. "Kumohon, Rangga dan Sinta, kalian baik-baik saja".

Sayangnya kenyataan tersebut berbanding terbalik dengan pengharapannya. Sesampainya di rumah buku, Rima rusuh memasuki bangunan tersebut. Sempat beberapa kali, ia ditahan oleh polisi. Tapi ia kepalang khawatir. Akhirnya, polisi tersebut memperkenankannya masuk ke dalam TKP sambil didampingi Aira dan beberapa polisi tanggung.

Tak perlu lama, Rima menemukan dua bocah itu terbujur kaku sambil berpelukan. Air mata Rima meleleh seketika. Kedua bocah yg amat disayanginya itu tak selamat. Tubuh Rima bergetar kuat, menyaksikan kepedihan yang di luar kuasanya. Aira berusaha menghibur. "Bersabarlah".

"Ini salahku. Seandainya aku hadir ke sini. Pastilah mereka selamat. Ini salahku. Ini salahku. Aku membunuh mereka dengan ego ku".
**************************************************************
Usai kejadian naas itu, Rima sering uring-uringan. Ia tak mau makan. Mengurung diri. Mengutuk dirinya atas kejadian itu. Perlu beberapa hari, hingga akhirnya Rima mau bangkit lagi. Ketika Aira membawakan surat untuknya. Ketika ia membaca surat itu, lantas menangis di pelukan Aira.

"Ka Rima. Maafkan kami yang sempat marah pada kakak. Kami sayang Ka Rima karena Allah".
**************************************************************
Dugaan Rima tepat. Hujan mulai turun membasahi bumi sore ini. Ia menghela napas panjang. Hujan ini mengingatkannya pada dua bocah itu, luka, dan penyesalannya. Namun ia harus tetap melangkah maju. Peristiwa itu memang menjadi hantaman keras bagi batinnya. Namun, ia mesti bijak mengambil hikmah di dalamnya. Kedua bocah itu melahirkan pemahaman baru yang lebih baik baginya.

Puas memandangi hujan, Rima balik arah menuju laci belajarnya. Membuka kotak kecil berwarna biru muda. Ia tersenyum. "Ka Rima pun sayang pada kalian karena Allah," mengucapkannya sembari memegang secarik kertas koran berisikan :

"Ditemukan dua bocah berinisial R dan S meninggal dalam keadaan berpelukan ketika kebakaran rumah buku terjadi beberapa hari yg lalu. Yang menarik dari peristiwa ini, tubuh kedua bocah tersebut tidak terpanggang dimakan api. Tubuh mereka bersih dan bercahaya. Disinyalir kematian mereka disebabkan ketika mereka tertidur, tanpa sadar telah banyak gas CO2 yang mereka hirup. Ini salah satu keajaiban Tuhan. Bahwa Tuhan pun menyayangi mereka dengan mengambil roh mereka kemudian mengangkat mereka di sisi-Nya dengan kebakaran ini................................"