Selasa, 07 Agustus 2012

Biarlah Kau Menghilang

Suatu sore di bulan Ramadhan, aku kembali melakukan kebiasaan rutin ku yang selama beberapa waktu agak terlupakan akibat rutinitas yg melelahkan. Ya, mengirimkan pesan berupa syair, puisi, atau sekadar kata-kata yg indah. Pesan-pesan seperti itu biasanya ku kirimkan pada teman-teman terdekat ku termasuk juga diri mu. Sore itu, tak biasanya kamu membalas pesan ku. Hati ku bergetar tak karuan, membaca satu demi satu kata yg terangkai dalam pesan mu itu. Ah, wajar kali ya. Kita sudah cukup lama tak saling berhubungan. Entah sejak kapan hal itu berlangsung, aku sendiri pun tak tahu.

Pesan pertama mu yg muncul di inbox handphone ku berbunyi seperti ini 
"Mencari INDAH yg abadi itu seperti mencari sebuah air mata di dalam kolam ikan"

Rasa ku saat itu, aku menjawab pesan mu dengan alasan yg sederhana. Aku nyaris lupa apa yg ku katakan pada mu. Tapi yg aku ketahui, bahwa aku hanya ingin menguatkan diri ketika membalas pesan mu.

Lalu, pesan kedua dari mu pun muncul. Dalam pesan mu, kamu berkata,
"Di saat aku hilang, bukan berarti tak merindu mu, hanya saja diri mu tak harus kusandingkan dengan kerumitan hidup, biarlah aku datang pada mu di saat damai, karena sungguh bagi ku kau lah yg membangun kepercayaan dan keyakinan diri, teman".

Tak berselang kemudian, air mata ku tumpah ruah, menuruni permukaan wajah ku. Aku tak dapat lagi menahan perih dan sakit saat membaca pesan mu. Bahkan, aku pun tak lagi menghiraukan bahwa aku tengah berpuasa. Sore itu, tiba-tiba saja aku menyadari bahwa aku kehilangan diri mu. Itulah jawaban atas kegundahan belakangan ini. Perasaan ku yg campur aduk, tapi aku sendiri tak tahu apa masalah yg menjerat ku. Ternyata benar, salah satu persoalan itu adalah mengenai diri mu.

Akan tetapi, peristiwa itu sudah berlalu. Ketika adik angkat ku berkata, "Meratapi keadaan atau berdamai dengan takdir. Mana yg kamu pilih, ka ?". Dan aku memilih pilihan kedua yaitu berdamai dengan takdir. Berdamai dengan takdir berarti aku pun harus berdamai dengan rasa kehilangan akan mu. Membiarkan mu untuk sementara ini menghilang, tanpa mesti aku tahu kamu berada di mana. Mungkin saja, aku berharap dengan pilihan mu itu, hati mu akan lega. Kali ini, biarlah kau menghilang.

Kamu tahu, saat menuliskan ini, aku kembali menangis. Tapi pelan-pelan, aku dapat menerima keberadaan mu yang menghilang.

Hmm...aneh rasanya. Kalau dipikir-pikir, sejak awal, jalan kita memang berseberangan namun itulah yang mempertemukan kita. Dari yang tidak mengenal mu menjadi sangat menyayangi mu. Ah, kamu ingat tidak ? Saat itu, kita sedang sibuk-sibuknya dengan ujian masuk SMA. Ketika itu, kita punya impian untuk masuk SMA yang sama. Tapi, di tengah jalan, kamu memutuskan untuk mundur dan meninggalkan ku sendirian menghadapi ujian di SMA yang kita dambakan. Kau tahu ? Itulah awal kita mulai berjauhan.  Akan tetapi, perasaan kehilangan itu sebenarnya belum mulai terasa. Bagaimana tidak ? Tanpa ada perjanjian tertulis, kita saling memberi kabar, saling berhubungan, saling bersama-sama di waktu senggang. Saat itu, aku merasa, kita bagaikan sepasang gadis kecil yang polos, yang hanya tahu bahwa segala kehidupan akan sangat menyenangkan bila kita selalu bersama.

Sayangnya, kita bukan berada di dunia khayalan. Kita senyata-nyatanya berada dalam dunia yang nyata dengan realita yg tentu saja terkadang tak bisa sejalan dengan dambaan kita. Kau sudah dewasa sekarang, kau memiliki seseorang yang kamu sukai. Ah, maafkan aku, baru aku sadari kita memiliki pemikiran yang berbeda. Sedangkan aku tak bisa memahami maksud mu. Mungkin itulah momen yang membuat kita benar-benar jauh. Ya, teman, kini aku tak bisa memahami mu lagi, tak bisa mengerti keadaan mu lagi, tak bisa menyadari apa yang benar atau salah tentang mu. Dan rasa kehilangan itu pun meledak ke permukaan, menyadarkan ku bahwa inilah saatnya aku telah kehilangan mu.

Tapi aku tak ingin terpaku lagi pada kehilangan itu. Kalau memang aku kehilangan mu, aku percaya aku akan memiliki penggantinya. Dari mu, aku belajar bagaimana mengikhlaskan seseorang yang berarti bagi diri kita. Tentu saja, aku tetap menyayangi mu. Kehilangan mu memang sangat menyedihkan tapi aku tak mau terus menerus frustasi karena mu, aku juga punya kehidupan yang harus ku jalani. Aku hanya bisa meyakinkan mu satu hal, saat kamu menghilang maka aku akan menjadi orang yang lebih tegar dari yang kamu kira. Dan saat, kau datang pada ku, kau lah yang akan menangis untuk ku.

Salam sayang,,
Teman mu


  



Tidak ada komentar:

Posting Komentar