Minggu, 16 September 2012

Guruku, Panutanku

Guruku, guru yang amat mulia
Selalu berbesar hati bukan besar kepala dalam mengemban tugasnya
Tak pernah jua berkecil hati meski pendidik hanya topangan hidupnya

Guruku, guru yang dicinta muridnya
Lakunya lembut, tak pernah bertindak kasar
Katanya santun, aduhai nyaman didengar
Kasih sayang tulusnya ada, bukan mengada-ada

Guruku, guru yang bersemangat
Pemikirannya inovatif, selalu saja menemukan cara yang asyik untuk belajar
Agar anak-anak tiada jemu melainkan raih hasil yang membanggakan

Guruku, guru yang sadar diri
Mengerti bagaimana menempatkan diri akan tugas juga kehidupannya
Menyumbangsihkan kinerja sebaik-baiknya bukan seenak-enaknya

Guruku, guru yang terhebat
Tahu kemana kan berlayar, membawa anak-anak mengejar mimpi mereka
Tak lupa jua bersabar, ketika kritik pedas menyergap salah dari dirinya

Begitulah guruku, guru yang takkan habis kenangannya di mataku
Itulah guruku, panutanku

Jumat, 14 September 2012

Hati yang Merindu

Hati yang tulus merindu tiada henti menyeru sebuah nama
Yang kerap berteriak dalam senandung doa di atas tengadah-Nya
Jiwa mereka terpaut
Melirih dan melebur pada alunan nafas yang berhembus

Pabila jatuh, membangkitkan
Pabila tangis, membahagiakan
Pabila jauh, mendekatkan
Dan pabila tawa, menyuarakan

Mereka tiada bertali, tak jua tersimpul
Hanya terajut dalam ingat yang sahaja
Di sudut hati kala menyisir angin
Pada satu asa, kebaikan-Nya

Tanpa Judul (2)

Dengan berjalannya waktu, kita tidak akan kehilangan teman
Kita hanya akan mengetahui mana teman-teman kita yang sebenarnya

Merry Riana

Begitulah Cinta

Cinta bagaikan pendidikan yang terarah pada konsep sistem dan tujuan
Bila inputnya jelek tetapi dalam proses korelasi kasih sayangnya bagus, maka outputnya pun akan bahagia
Namun pabila inputnya bagus tetapi dalam prosesnya sering terjadi komparasi hingga lebih banyak terjadi perbedaan pandangan, maka outputnya tidak bahagia
Begitulah cinta

(Ghazali)

Nb : Sukron lagi buat abang tersayangku yang satu ini. Hehehe...mau aja dengan rela hati membuatkanku puisi atau syair-syair untuk sekadar aku isengin kalau lagi kambuh ngambeknya. ^_^

Tanpa Judul

Tenanglah hatiku, karena langit tak pun mendengarkan
Tenanglah, karena bumi dibebani dengan ratapan kesedihan
Ia takkan melahirkan melodi dan nyanyianmu
Tenanglah, kerana roh-roh malam tak menghiraukan bisikan rahasiamu, dan bayang-bayang tak berhenti di hadapan mimpi-mimpi
Tenanglah, hatiku
Tenanglah hingga fajar tiba, kerana dia yang menanti pagi dengan sabar akan menyambut pagi dengan kekuatan
Ia yang mencintai cahaya, dicintai cahaya

(Kahlil Gibran)

Pilihan Ku

Malu-malu aku menyusuri pertemuan kita hingga tak dapat lagi berkata
Ketahuilah, perlu menangis terlebih dahulu untuk sekadar menatapmu
Lalu menyerah saat harap tak jadi nyata
Namun, aku tak menyesal
Itu pilihanku untuk merindumu, menunggumu, juga melihatmu

Sepi

Bukannya tak sadar
Hari-hari bisa saja diliputi kesendirian
Hanya beralaskan selimut sunyi
Berusaha tapaki hidup ini
Memang, tak selamanya menyenangkan
Tapi, karena tahu apa itu sendiri, apa itu sepi
Perasaan tak bisa biarkan orang di sekitar merasa sendiri ataupun sepi ada di hati
Kesendirian sematanya mengajarkan makna hidup bersama

Mungkin terdengar melankolis
Tapi itulah permata dalam sebuah ikatan yang disebut teman
Setidaknya itu pikirku

Nyala Lilin dan Angin

Seperti nyala lilin yang dipermainkan sang angin
Penuh peluh membasahi tubuh rapuhnya
Terombang-ambing mengikuti irama angin tak beraturan
Lelah
Rasanya ingin redup saja
Pelan-pelan, ia menyatu dengan sensasi panas dari tubuhnya
Lenyap
Irama angin seketika terhenti
Didapatinya nyala lilin telah pergi
Angin memekik
Meraung-raung tak karuan
Sedang nyala lilin menemukan damainya di seberang sana tanpa sang angin yang mengindahkan keberadaannya

Scene of Samarinda

Senja menutupi temaramku dalam peraduan malamnya
Aku tanpa sedetikpun masih saja menatap di sini
Menjajaki potong demi potong kenangan yang silih berganti meracau pikiran tenangku
Di sini, di tempat syahdu yang kumiliki
Aku terduduk pilu sembari adzan menyemai di tepi Mahakam
Sedang lampu megah beradu cahaya dalam pelataran Islamic Centre
Di sini, di sekian kali cerita, panorama Samarinda menggugah asam manis kehidupan yang tak ada habisnya

Senandung Sepi

Hari ini, aku berteman sepi
Hanya angin yang berkenan memberi sejuk padaku
Sembari mengirim senandung ayat-ayat-Nya
Menghembus lembut di telinga ku
Kembali
Damai itu menenangkanku
Meski sesaat, meski berulang-ulang

Sabtu, 01 September 2012

Suara Sumbang

Suara-suara sumbang itu kembali memperdengarkan nyanyiannya
Nyanyian yang tak ingin ku ingat dan ku kubur dalam-dalam
Ilusi ? Bukan !
Aku masih bisa mendengarnya
Terlalu jelas malah

Wah, wah, wah,
Tak aku sangka, sekarang, mereka semakin berani memamerkannya

Aku bingung,
Apa yang mereka mau dariku ?

Tidakkah mereka tahu ?
Betapa pernah sangat ketakutannya aku menghadapi mereka
Lidah yang kelu, tubuh yang menegang
Dan hanya mampu terdiam menangis
Karena begitu tak bisanya aku katakan pada siapapun

Tidakkah mereka tahu ?
Betapa gigihnya diriku menahan getaran hebat dari tubuhku
Untuk sekadar tak ingin menampakkannya pada mereka
Padahal, aku benar-benar sangatlah takut dibuatnya
Sebab aku melawannya sendiri saja

Tidakkah mereka tahu ?
Betapa banyak kesakitan dan kesalahpahaman yang terjadi karena mereka

Aku kira, mereka pasti tahu
Sebab mereka yang menyenandungkannya

Hah ! Itukah yang mereka inginkan ?
Kejam !
Mereka mengeroyoki ku yang sedang sendiri

Suara-suara sumbang itu kembali memperdengarkan nyanyiannya
Kali ini lebih jernih hingga menakutkan

Tuhan,
Kau mendengar suara-suara sumbang itu ?
Terlalu menyesakkan rasanya

Tuhan, aku mohon pada mu
Lenyapkan saja suara-suara itu dariku
Kalau Engkau tak bisa,
Jangan biarkan aku sendiri untuk melawannya
Aku sungguh-sungguh tak ingin sendiri lagi

Tuhan,
Jika suara ketulusan itu masih ada untukku
Lekaslah pertemukan aku dengannya
Agar aku tak perlu lagi merasa ketakutan sendirian
Karena ketulusan itu terlihat nyata di hadapanku
Tanpa pura-pura

Senandung Rindu

Senandung rindu menyematkan ku pada pertemuan cinta yang tak ada habisnya
Laksana oase segar,
Melepas dahaga ku di tengah gurun yang gersang
Seperti itulah kisah cinta tergurat dalam sanubari

Aku, entah mengapa selalu saja terbuai kala menyenandungkannya di sepertiga malam
Begitu, pada awalnya rindu mengenalkan ku pada-Nya
Aku pikir semu
Tapi tidak !
Ia adalah cinta di segala cinta
Cinta yang berdiri sebagai embun
Yang sekiranya mampu mengikis kegersangan hati
Walau pertemuan terkesan singkat semata

Lagi-lagi, aku tak sadar telah kembali menyenandungkannya
Tak tahu entah seberapa kali aku melakukannya

Duh, rindu, senandung mu itu candu
Karena mu, kini, aku kian dimabuk cinta dengan-Nya